Terlantarnya  Makam KH Imam Ghazali, Pendiri Perguruan Al- Islam


Jpeg

Jpeg

            Perkenalan dengan KH Imam Ghazali

            Perkenalan saya dengan beliau ketika saya mencari data tentang murid-murid yang pernah mengenyam pendidikan di Madrasah Mambaul Ulum.

Seperti yang saya jelaskan pada tulisan saya sebelumnya Madrasah Mambaul Ulum adalah Madrasah Pertama yang ada di indonesia yang terletak di dekat Masjid Agung Solo. pelajaranya sama seperti di Pondok Pesantren salaf akan tetapi ada ilmu umumnya.

Menurut KH Saifudin Zuhri, Mentri Agma ke 10. Dalam bukunya yang berjudul “BERANGKAT DARI PESANTREN” pada hal 152-153, beliau menyebutkan bahwa MU merupakan gabungan pendidikan dari tingkat dasar (Ibtidaiyah 5 tahun) menengah pertama (Tsanawiyah 3 tahun) menengah atas (Aliyah 3 tahun) jadi totalnya ada 11 tahun.

Dan para lulusanya juga mendapatkan ijasah. Hal ini yang membedakan dari sistem Pesantren. Di Madrasah ini KH Saifudin Zuhri hanya sampai pada kelas Tsnawiyah saja.

Madrasah Mambaul Ulum didirikan oleh Sinuhun Pakubuwono X dan pengajarnya adalah para ulama keraton. Salah satu pengajarnya adalah KH Idris Jamsaren yang sangat legendaris itu bahkan beliau pernah menjabat sebagai kepala madrasah.

Dan Kiai Imam Ghazali adalah lulusan Madrsah Mambaul Ulum yang alumninya menjadi orang-orang hebat. Ada yang jadi Rektor. Ada yang menjadi Pendiri dan pengasuh Pesantren. Ada yang menjadi ketua umum persyarikatan. Ada yang menjadi Menteri Agama.

Tercatat ada 3 Mentri Agama yakni yang pernah merasakan pendidikan di Madrasah Mambaul Ulum. 1. KH Masykur (Mentrei Agama ke ) 2. KH Munawir Sadzali (Mentri Agama ke 6) 3. KH Saifudin Zuhri (Mentri Agama ke 10)

Begitulah perkenal pertama saya dengan KH Imam Ghazali. Pendiri perguan AL Islam yang masyhur itu.

            PERKANALAN  LEBIH LANJUT.

Ketika saya mengetahui bahwa KH Imam Ghazali pernah mengeyam pendidikan di Madrasah Mambaul Ulum dan Pendiri Perguruan al Islam pula. Maka rasa penasaran terhadap beliau semakin menjadi-jadi.

Untuk perguruan al-Islam saya sudah mendengarnya agak lama. Tapi untuk pendirinya, saya baru tahu akhir-akhir ini. Menarik sekali untuk ditelusuri biografi beliau.

Pencarian informasi mengenai beliau langsung saya cari lewat jejak digital. Ada yang lewat skripsi maupun tesis dalam bentuk PDF. Tapi data yang saya dapatkan hanya sedikit saja karena halaman nya tidak penuh.

Malah saya banyak menemukan data beliau dari 2 situs ini . Pertama, https://sites.google.com/site/pustakapejaten/manaqib-biografi/7ulama-nusantara/kh-imam-ghazali. kedua, http://satelitnews.satelitpost.com/berita-perintis-perguruan-alislam-mengenang-kh-imam-ghozali-18871969.html#ixzz51n4IJwYK.

Dalam referensi buku, saya baru menemukan informasi tentang beliau dalam buku autobiografi karangan KH Saifudin Zuhri yang berjudul “BERANGKAT DARI PESANTREN”. dalam buku tersebut diceritakan bahwa KH Saifudin Zuhri pernah belajar pada pada lembaga pendidikan yang didirikan oleh KH Imam Ghazali, yakni Madrasah al-Islam.

Selain itu saya juga mendapatkanj informasi baru dari sebuah catatan yang ditulis Ibu Sidratun Naim di laman FB beliau. Yang sedikit banyak mengulas tentang KH Imam Ghazali yang berjudul “PESAN DAMAI NYAI  GHAZALI”

BIOGRAFI KH IMAM GHAZALI.

  1. Imam Ghazali, yang nama kecilnya Damanhuri, lahir di Desa Turen, Sukoharjo pada tahun 1887. Ayahnya, Ustadz Hasan, dikenal sebagai penulis beberapa buku agama. Semasa kanak-kanak, Damanhuri kecil mengaji kepada sang ayah Ustadz H Hasan. Selain itu, ia juga mendalami kitab kuning, seperti Safinah dan Majmu’.

Sewaktu menginjak usia 12 tahun, Damanhuri kecil dikirim ke Pondok Kepatihan Surakarta. Di sana ia belajar selama satu tahun, kemudian melanjutkan studinya ke Madrasah Mamba’ul Ulum

Saat berusia 15 tahun, ia bersama ayah dan saudara-saudaranya yang lain pergi melaksanakan ibadah haji ke Tanah Suci. Usai menunaikan ibadah haji, ia tidak ikut pulang ke Tanah Air melainkan memilih tinggal di Mekkah untuk memperdalam ilmu hadits. Maka, tidak mengherankan jika di kemudian hari Damanhuri alias Imam Ghozali dikenal sebagai ulama ahli hadits.

Setelah lama mukim di Mekkah, beliau kembali ke Surakarta (Solo) dan kemudian tinggal di Pesantren Jamsaren. Di samping itu, beliau mengajar di Madrasah Mamba’ul Ulum yang terletak di kompleks Masjid Agung Surakarta.

Setelah lama mukim di Mekkah, beliau kembali ke Surakarta (Solo) dan kemudian tinggal di Pesantren Jamsaren. Di samping itu, beliau mengajar di Madrasah Mamba’ul Ulum yang terletak di kompleks Masjid Agung Surakarta

Ketika usianya genap 20 tahun, beliau menikahi Ummu Hani. Siapakah gerangan Ummu Hani ?. (informasi ini saya ambil dari catatan ibu Sidrotun Naim di FB beliau.

Nyai Hani lahir di penghujung abad 19 atau pemula abad 20. Anak ke empat dari pasangan K.H.Muhammad Irsam bin K.H.Muhammad Zaid dan Nyai Irsam (Ndoro Ayu). Sebagai abdidalem Panewu Ketib Keraton Kasunanan Surakarta, Kyai Irsam memiliki nama alias R.M.Reksodipuro. Kyai Irsam adalah putera ke delapan Kyai Zahid, dimana saudaranya yang nomer tiga adalah Kyai Idris Jamsaren.

Nyai Hani adalah satu-satunya perempuan dari lima bersaudara, dimana empat saudaranya menjadi ulama atau pengajar di Jamsaren/MU. Empat saudaranya ini adalah Kyai Dimyati (R.Ng.Condrowiyoto, 1890-1978), Kyai Sanusi (1893-1933), Kyai Syatibi, dan Kyai Rohmad.

Dari pemikahan itu, Beliau dikaruniai 12 anak, tapi yang mencapai usia dewasa hanya tujuh orang. Kini, anak Kiai Ghazali tinggal tiga orang: Hj. Dra. Muslihah Syukri (anggota Komisi Fatwa MUI Pusat dan dosen di beberapa perguruan tinggi di Jakarta), Ir. H. Munawir (pensiunan pegawai Departemen Pertanian), dan H. Muhammad Amin (pengurus Al-lslam Surakarta)

 

MENDIRIKAN PERGURUAN AL-ISLAM

Setahun setelah menikah, pasangan pengantin baru itu pindah ke daerah Sorosejan, Begalon untuk mengembangkan syiar Islam. Di daerah ini beliau membuka majlis taklim, yang selanjutnya berkembang menjadi madrasah lantaran membludaknya jumlah santri yang mengaji.

Madrasah yang baru dibukanya itu diberi nama Madrasah Dienil Islam yang terbagi dalam dua tingkatan, yakni Ibtidaiyah (5 tahun) dan Tsanawiyah (4 tahun). Kegiatan belajar tingkat Ibtidaiyah pada sore hari, sedangkan Tsanawiyah pagi hari. Hal tersebut dikarenakan terbatasnya prasarana (lokal) untuk kegiatan belajar mengajar.

Madrasah Dienil Islam inilah yang kemudian menjadi cikal bakal berdirinya sekolah-sekolah di bawah Yayasan Perguruan Al-Islam Surakarta

Madrasah Din Al-lslam berdiri pada 1928 dan aktivitasnya mengambil tempat di rumah Kiai Ghazali. Tahun berikutnya, 1929, kegiatan madrasah tersebut digelar di sebuah bangunan khusus yang dibangun secara swadaya di atas tanah wakaf Pak Kiai yang terletak di samping rumahnya.

Tahun-tahun berikutnya madrasah ini berkembang pesat, jumlah siswa dan tenaga pengajar makin meningkat. Pengajarnya adalah alumni pondok Jamsaren, sedangkan siswanya tas sebatas dari kawasan Surakarta, Boyolali, Sukoharjo, Karanganyar, Wonogiri, Sragen, dan Klaten, tapi juga dari Salatiga, Semarang, Pekalongan, Magelang, Ngawi, Madiun dan Pantura, Jawa Tengah.

Perkembangan yang pesat serta luasnya wilayah dakwah penyebaran ide penyatuan umat merupakan fenomena baru yang harus di dukung,. Maka diadakanlah kongres, yang disebut Kerapatan Besar (KB)

Kongres yang digelar pada tahun 1933 itu membentuk pengurus pusat Al-Islam yang dipimpin Kiai Imam Ghazali, dengan sekretaris Kiai Mufti

Tahun 1936 Al-Islam menerbitkan majalah Albalaagh, yang peredarannya menjangkau seluruh Pulau Jawa bahkan hingga Lombok.

Yayasan Perguru an Al-lslam kini telah mempunyai cabang di berbagai kota di Jawa Tengah. Dari Karesidenan Surakarta, Perguruan Al-lslam menyebar ke 27 lokasi di berbagai kota: Wonogirl, Sukoharjo, Boyolali, Sragen. Seleblhnya ada di Semarang, Ambarawa, Grobogan, Purwodadi, Salatiga, Demak, Ngawi, Madiun, Nganjuk, Kediri, Kendal, Karanganyar, Pacitan, bahkan hingga Sumatera Barat, yaitu di Sitiung. ( informasi ini perlu ditelusuru lebih lanjut)

 

Mendirikan STI Sekarang UII Yogyakarta

Nama Imam Ghazali juga dikenang sebagai salah satu pendiri Sekolah Ting­gi Islam di Yogyakarta pada tahun 1945 bersama tokoh-tokoh NU, Muhammadiyah, dan organisasi Islam lainnya.

Ide mendirikan perguruan tinggi Islam muncul lantaran tidak adanya lembaga pendidikan tinggi Islam yang mampu mengajarkan Islam secara mendalam. Padahal saat itu di Pulau Jawa ada 1.300 lembaga pendidikan. Dari jumlah itu hanya ada 20 yang layak disebut sekolah Islam setingkat SMU dan belum ada perguruan tinggi Islam.

Itu sebabnya banyak kaum muda yang harus belajar ke Mesir atau India bila ingin memperdalam ilmu agama. Namun, menurut majalah Soeara Moeslimin Indonesia edisi 15 Januari 1945, di antara mereka itu sedikit sekali yang mampu menyelesaikan studinya dengan balk, lantaran kurangnya pengetahuan dasar agama dan bahasa Arab yang diterima sewaktu di tanah air.

Itu juga merupakan kelanjutan per-juangan mendirikan Sekolah Tinggi Islam yang selalu kandas sejak tahun 1940 oleh kecurigaan Belanda terhadap orang-orang pergerakan. Baru pada 1944, ketika Jepang menduduki Indonesia, umat Islam diizinkan mendirikan STI. Itu pun karena Jepang ingin merebut simpati umat Islam atas keberadaan mereka di Indonesia.

Ketika itu Jepang membubarkan seluruh partai Islam, kecuali empat organisasi besar yang tergabung dalam MIAl (Majelis Islam A’la Indonesia), yaitu NU, Muhammadiyah, PUI (Persatuan Umat Islam), dan PUN (Persatuan Umat Islam Indonesia). MIAI inilah yang kemudian menjelma menjadi Masjumi.

Masjumi kemudian memotori berdirinya perguruan tinggi Islam dengan nama Sekolah Tinggi Islam, yang kemudian menjadi Universitas Islam Indonesia, di Yogyakarta.

Lewat keputusan yang diambil pada rapat partai tahun 1945, digelar rapat yang dihadiri wakil dari PB NU, yaitu K.H. Abdul Wahab, K.H. Wahid Hasyim, K.H. Zainul Arifin, Kiai Mansur, dari PP Muhammadiyah, yakni Ki Bagus Hadi-kusumo, Kiai Mas Mansur, K.H. Faried Ma’ruf, K.H. Yunus Anis, dari PB PUI, yaitu K.H. Abdul Halim dan Djunaedi Manstir, dari PB PUII, yakni K.H. Ahmad Sanusi, Kiai Zarkasyi, dan Suma-atmadja, dari Departemen Agama, yaitu Kahar Muzakkir, K.H. Muhammad Adnan, K.H. Imam Zarkasyi, dan dari kalangan ulama intelektual, yakni K.H. Imam Ghazali, Soekiman Wirjosandjojo, Wondoamiseno, Abikusno Tjokrosujoso, Anwar Tjokroaminoto, Harsono Tjokro aminoto, Mr. Moeh Roem, dan H. Dahlan Abdullah.

Pendirian STI, dengan demikian, me-rupakan hasil prakarsa seluruh elemen kekuatan Islam waktu itu, baik pemerintah maupun kalangan intelektual dan ulama, serta organisasi Islam yang tergabung dalam federasi Masjumi

Kiai Ghazali juga terlibat dalam fusi dua perguruan tinggi Islam di Solo dan Yogya, pada tahun 1959, yaitu Ull Yogyakarta dan PTII (Perguruan Tinggi Islam Indonesia) Surakarta. Lantaran Fakultas Agama diambil alih oleh Departemen Agama hingga menjadi PTAIN (Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri, yang kemudian menjadi IAIN Sunan Kalijaga).

Gabungan dua perguruan tinggi tersebut diberi nama PTII dan diresmikan pada 22 Januari 1950 oleh K.H. R. Muhammad Adnan, K.H. Imam Ghazali, dan Prof. K.R.M.T. Tirtodiningrat.

Dalam perkembangannya, PTII, yang berkedudukan di Yogyakarta, berubah nama menjadi Universitas Islam Indonesia (Ull). Penandatanganan persetujuan kedua belah pihak dilakukan di rumah Menteri Agama, Jln. Jawa 112, Jakarta, pada 20 Februari 1951.

Pada tahap awal Ull memiliki empat fakultas, yaitu Fakultas Ekonomi, Hukum, dan Pendidikan di Yogya, dan Fakultas Hukum di Surakarta.

 

Karangan KH Imam Ghazali.

Di samping pendidik dan pendakwah. Kiai Imam Ghazali juga penulis yang produktif. Selain ilmu beliau yang mumpuni. Mungkin bakat menulis turun dari Ayah beliau KH. Hasan yang  juga merupakan seorang penulis.

Di antara buku-buku karyanya, AlAdabu wa Al-Akhlak an Nabawiyah, Fiqh Al Hadits, Kitab An-Nikah, Miftah Al-Hadist, At-Tijan fi Syu’ab al-Imam, Kitabul Imamah, Kitabul  Buyu’, Al-Fiqun Nabawi, al-Islam wa al-Muslim, Kitab Al-Jumu’ah, Maqsud Islam, Tafsir Al-Fatihah, Ruh al-Islam wa Usul Qawaid al-Ahkam.

Ada juga kitab hadist yang diterbitkan sendiri secara bulanan selama beberapa tahun dari Kitaabul Akhlaq. beliau menulis sedikitnya 23 buah buku.

KH Imam Ghazali Wafat

Jasa KH Imam Ghazali untuk pendidikan islam tidak bisa dianggap remeh. Perguruan al-Islam telah memiliki banayak cabang yang tersebar keberbagai daerah. mulai dari jenjang pendidikan dasar sampai jejang pendidikan menengah atas. Itu semua adalah amal jariyah beliau yang pahalanya terus mengalir yang tida henti-hentinya.

Kiprah Almarhum KH Imam Ghozali tak sebatas dalam lingkup Perguruan Al-Islam saja. Jabatan yang pernah disandang beliau antara lain Anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP; 1946-1950) dan Penasihat PP Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Partai Masyumi; 1953).

Setelah ia mendedikasikan diri untuk umat dan agama, akhirnya Allah SWT memanggilnya pada tahun 1986.

Meskipun Almaghfurlah KH Imam Ghozali telah meninggal dunia pada 19 Juli 1969, namun syiar Islam yang dirintisnya terus berkibar hingga kini. Masjid At-Taqwa, yang terletak di kompleks SMA Al-Islam Surakarta, adalah salah satu saksi dakwah almarhum

Makam KH Imam Ghazali.

Pada hari Minngu tanggal 14 Januari 2018. Alhamdulillah., Alhamdulillah puji Syukur kehadirat Alllah SWT. Langkah saya diringakn oleh Allah untuk bisa ziarah ke makam beliau.

Saya tahu beliau satu aliran dengan Muhammadiyah tetapi berdiri diluar Muhammadiyah. Jadi bisa ditarik kesimpulan beliau tidak melazimkan Ziarah kubur tahlil dan semacamnya.

Hal ini saya ketahui dari catatan Ibu Sidrotun Naim dalam laman FB beliau. Ibu Naim masih mempunyai hubungan kerabat dengan istri KH Imam Ghazali, yakni Nyai Hani. Jalur kekerabatan beliau nyambung pada KH Irsyam. Nyai Hani adalah putri KH Irsyam dan mempunyai saudara laki-laki bernama KH Sanusi, yang merupakan kakek Buyut dari Bu Sidrotun Naim.

Informasi tersebut semakin menguat ketika saya membaca buku autobiogrfai KH Saifudin Zuhri yang berjudul “BERANGKAT DARI PESANTREN”. beliau pernah ngaji ke pada KH Imam Ghazali dan test membaca Kitab Fathul Mu’in sebagai syarat kelulusan.

Dalam buku tersebut KH Saifudin menjelakan bahwa KH Imam Ghazali adalah seorang reformer atau pembaharu. Beliau diakatan sepemikiran dengan Muhammadiyah tapi independent, diluar  Muhammadiyah.

Makam beliau berada di Makam Kuncen. pada saat berziarah kondisinya bisa dikatan kurang terawat. Seperti ada bekas tempat pembuangan ranting-ranting pohon dan ada sampah plastik. Sungguh sangat disayangkan.

             Di Makam Kuncen ada banyak makam Ulama yang bisa kita ziarahi.

Para pengajar Madrasah Mambaul Ulum kebanyakan juga di makamkan disini. Para ulama yang ikut andil dalam membesarkan perguruan al Islam juga dimakamkan di Kuncen. KH  Ma’ruf Mangunwiyoto. KH Irsayam mertua KH Imam Ghazali. KH Abdussomad. KH Mufti. KH Abdul Karim. KH Dimyati.

 

 

 

 

 

 

 

2 pemikiran pada “Terlantarnya  Makam KH Imam Ghazali, Pendiri Perguruan Al- Islam

  1. Iki makame kok beda karo sing diceritake hehe apik kang tulisanmu. Lanjut

Tinggalkan komentar